Dampak Perubahan Iklim terhadap Pertanian
Foto: Nurhadi Sucahyo |
Sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor,
pertanian sudah menjadi bagian dari
hidup saya. Pertanian merupakan penopang pasokan pangan dan bahan baku industri
di dunia. Pertanian harus didukung oleh beberapa unsur dan salah satunya adalah
unsur iklim. Bagian-bagian Iklim terdiri
atas suhu, cahaya matahari, kecepatan angin, tekanan udara, kelembapan, curah
hujan, dan lain-lain. Semua bagian tersebut harus sesuai agar tanaman tumbuh
optimal.
Suatu hari ketika saya membuka situs berita
www.voaindonesia.com, saya menemukan
suatu artikel berjudul “Sejumlah Petani di Jogja Ikuti Kursus tentang Perubahan Iklim (Kamis, 01 Desember 2011)”. Saya pun
tertarik untuk membacanya lebih jauh.
Di sana dituliskan bahwa petani-petani
Jogja tidak siap menghadapi perubahan iklim yang terjadi saat ini. Perubahan
iklim telah menjadi faktor yang begitu mengganggu kerja mereka. Kemudian
Rasminto, petani yang juga ketua kelompok tani Ngudi Makmur, di Bantul,
Yogyakarta bersama puluhan petani lainnya mengikuti kegiatan Sekolah lapang
Iklim yang diselenggarakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG) Yogyakarta.
Perubahan iklim memang ancaman serius bagi
dunia pertanian. Untuk menghasilkan tanaman pertanian yang unggul, tentu saja
dibutuhkan suatu iklim yang ideal. Dengan terjadinya fenomena perubahan iklim,
pertumbuhan tanaman akan terganggu. Hal ini tentu akan mengakibatkan menurunnya
kualitas dan kuantitas hasil pertanian.
Diketahui juga bahwa petani-petani di sana
telah memiliki pedoman bertani yang disebut sebagai Pranatamangsa. Ini adalah
panduan pengenalan iklim menurut perhitungan khusus, yang menjadi panduan kapan
masa tanam dimulai dan tanaman apa yang sebaiknya ditanam. Namun setidaknya
dalam sepuluh tahun terakhir, panduan bertani itu tak lagi cocok digunakan.
Beberapa dasawarsa kebelakang, keadaan
iklim memang masih normal. Cuaca silih berganti dengan teratur. Petani-petani pun
dapat dengan mudah membuat jadwal kapan harus menanam, apa yang harus ditanam,
dan kapan harus memanen. Tetapi dengan perubahan iklim ini, cuaca menjadi tidak
teratur. Hujan lebat bisa saja datang tiba-tiba atau bisa saja terjadi kemarau
menahun. Hal ini tentu sangat merugikan para petani.
Dari keterangan Toni Wijaya, selaku panitia
Sekolah Lapangan Iklim BMKG Yogyakarta dan kepala seksi data dan informasi BMKG
Yogyakarta, petani di Indonesia sebenarnya sedikit banyak telah menyadari apa
dan bagaimana perubahan iklim itu terjadi. Namun sayangnya, kaum petani belum
mampu untuk membaca informasi ilmiah mengenai perubahan iklim itu, terutama
yang datang dari BMKG.
Hal ini sungguh disayangkan, petani-petani
di sana sudah mempunyai semangat yang tinggi, tetapi mereka mengalami
keterbatasan dalam memahami informasi tentang iklim. Bicara di luar benang
merah, tentu ini ada hubungannya dengan latar belakang pendidikan petani-petani
kita. Harus diakui, petani-petani kita rata-rata hanya lulusan SD atau SMP. Ini
merupakan salah satu faktor tersendatnya perjalanan pertanian Indonesia menuju
era keemasan. Memang perlu ditanamkan kesadaran pada mereka akan pentingnya
pendidikan. Pemerintah juga harus serius dalam memperhatikan persoalan ini.
Dengan tingginya wawasan dan kemampuan berbahasa petani-petani kita, tentu akan
mempermudah mereka dalam mengakses berbagai informasi yang kemudian akan
berguna untuk menunjang produktivitas mereka.
Jadi, ditengah perubahan iklim yang semakin
tidak menentu ini, petani-petani Jogja dan juga petani-petani di seluruh
Indonesia diharuskan untuk lebih cermat dalam menghadapi kondisi seperti itu.
Sekolah Lapang Iklim yang diselenggarakan BMKG Yogyakarta merupakan suatu usaha
positif untuk memperkaya wawasan petani-petani kita dalam menghadapi fenomena
perubahan iklim. Kegiatan serupa juga harus dilakukan secara merata di seluruh
kawasan pertanian di Indonesia. Untuk kedepannya, diharapkan kegiatan seperti
itu akan terus berkembang dan berkesinambungan demi tercapainya penaklukan
terhadap perubahan iklim. Di sisi lain, kita juga harus berkomitmen untuk terus
menjaga ekosistem bumi. Perubahan iklim tidak hanya berdampak buruk bagi
pertanian saja, kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya pun akan
terancam apabila kita terus-menerus merusak bumi.
Hi, lu anak IPB? wah sama2.. angga anak 48 ya. Gue AGB 46 donk... #apadeh#..
BalasHapussalam kenal.. keep blogging.. muehehe
Iye, ane kan ipb sama bang Farid, Dony, n Anggi. Salam kenal jg ya sepuh, hehe :p
BalasHapus