Menjadi Dingin

Halo sobat JWS (bukan SJW ya). Di penghujung tahun ini, saya ingin berbagi pengintrospeksian diri mengenai salah satunya sifat saya, yakni sifat/sikap dingin. Iya, saya ingin mengakui bahwa saya adalah makhluk berdarah dingin, tepatnya manusia reptil yang berkunjung ke bumi beberapa dekade lalu.

Kata dingin di sini, saya definisikan sebagai jarang bicara, jarang senyum, sekalinya senyum seperti menghardik, jarang bergerak (seperti tumbuhan), dan jarang berempati. Seperti introvert compliant yang sudah dikendalikan oleh artificial intelligence, serta sedikit ditambah insting membunuh (robot psikopat dong anjir). Predikat ini bukan pengakuan sepihak diri saya semata. Jika mengingat kejadian masa lampau, saya sempat mendapatkan "kode" dari orang lain. Kode tersebut merupakan komentar-komentar yang mengindikasikan bahwa saya adalah seorang yang dingin.

Uraian di bawah mungkin merupakan sifat biasa seseorang yang berkarakter introvert compliant. Namun yang membuatnya menarik adalah alasan orang tersebut melakukannya. Tentunya dengan pendekatan empiris saya pribadi. Mari kita simak:

1. "Si anu mah diem-diem, sekalinya ngomong jleb!"
Komentar ini saya dapat sekitar periode sekolah dasar dari saudara-saudara saya di Bandung. Setelah saya merefleksikan diri, ya bener sih. Saya menunjukkan sikap tersebut karena saya sangat menghargai kualitas. Jadi, setiap yang keluar dari mulut saya haruslah memiliki standar yang tinggi. Baik kebijaksanaan yang paling mengagumkan, maupun hinaan yang paling menyakitkan. Jadi, berbicara bertele-tele tidak penting menurut saya. Jarang basa-basi inilah yang mengindikasikan saya bersifat dingin.

2. "Cool banget si anu!" 
Komentar ini merupakan merupakan komentar yang paling valid. Karena menurut bahasa inggris, cool memiliki arti dingin. Case closed.

(...) 

Komentar ini banyak saya dapatkan mulai SMP. Kebetulan saya memang sedikit tampan dan kerjaan diem doang kayak batu, jadi keliatan cool aja seperti karakter Sasuke pada serial Naruto. Saya juga tidak terlalu membuka hati pada wanita-wanita saat itu (sampai saat ini bahkan), jadi karakter cool ini semakin kental pada diri saya.

(Jika ingin muntah, dipersilahkan) 

Karakter cool seperti ini tidak sepenuhnya baik. Misalnya menjadi sulit mendapat relasi, menghambat social-skill, dan sulit menjemput jodoh (sad).

Saya mengambil sikap cool seperti itu karena saya "takut" pada wanita. Lebih tepatnya takut pada wanita yang saya suka. Jadi, uniknya sekaligus ironisnya, wanita yang saya sukai yakni wanita yang saya paling "jauh" dari saya. Wah menarik ya, nanti saya coba bahas khusus mengenai hal ini.

3. "Nah lu orang SC nih!"
Setahun belakangan saya sedang latihan berbisnis. Salah satu partner saya "mengetes"  saya dengan tes DISC (bisa googling sendiri ya). Hasilnya pun saya kuat di Compliant dan Steadiness. Saya pribadi pun merasa Compliant saya yang lebih dominan. Sifat-sifat bawaan Compliant ini memang selaras dengan sifat dingin yang telah saya definisikan sebelumnya.

***

Selain komentar-komentar tersebut, saya juga menyadari satu alasan dominan mengapa saya dianggap dan menganggap bersifat dingin. Yap, karena saya sering mengaktifkan defensive stance. Sebuah mode bertahan dengan cara menjutekkan wajah sambil menatap dengan senyuman "merendahkan", sampai target merasa diri mereka adalah seekor kecoa yang hina dan tidak berguna (hiperloba tentunya, terinspirasi dari anime Kaguya-sama saat Kaguya menatap Miyuki sambil bilang "manisnya"). Terdengar seram, namun mode tersebut hanya upaya untuk "mempertahankan diri" dari perbuatan-perbuatan intoleran orang lain.

Misalnya, di teras rumah saya suka ada tetangga-tetangga nongkrong sambil bercengkrama dan tertawa. Kadang cukup mengganggu sih. "Kok bisa?"... saya jawab lain kali ya, karena memiliki histori tersendiri. Saya kadang suka keluar sebentar pura-pura nyari sesuatu misalnya dan mengaktifkan mode tersebut. Akhirnya dengan kesadaran sendiri mereka bubar. Contoh lain saat saya di kantor lagi mixing yang butuh ketenangan. Saya sering aktifkan mode ini, maka semesta bergerak sesuai dengan yang saya inginkan. Mereka cenderung tidak gaduh, sehabis buka pintu ditutup kembali, dan sebagainya.

Seiring berjalannya waktu, sepertinya mode tersebut sudah menjadi kebiasaan sehingga menjadi mode permanen. Namun, itu tidak menjadikan saya bersikap dingin permanen. Mode tersebut hanya merupakan pertahanan terluar dari gangguan. Saya sering punya pengalaman jika saya langsung masuk pada mode baik, orang-orang sering memanfaatkannya sehingga jadi "ngelunjak". Intinya mode ini seperti mode guru killer saat di sekolah. Tentu mereka tidak killer/jahat beneran kan. Jika kalian sudah ngobrol dengan saya secara intens dan mendalam, pasti kalian juga akan tahu watak saya yang sesungguhnya. Hampir 180 derajat berbeda.

Jadi ingat waktu SD, saya dijuluki "diam-diam menghanyutkan" oleh guru. Sikap saya yang pasif mungkin dianggap guru tidak prestatif, namun selama 6 tahun SD saya merupakan laki-laki dengan peringkat akademik tertinggi di kelas (saingan ketatnya cewek-cewek semua). Waktu SMA juga, saya yang mungkin terlihat kurus, pasif, dan tidak berdaya. Sampai saat saya terlihat ekskul karate oleh seorang teman kelas, bahkan sampai menjuluki saya "berkepribadian ganda". Ya karena tidak menyangka saja saya mampu berkarate pada saat itu.

Jadi, "jangan menilai buku hanya dari sampulnya" ternyata masih relevan.

***

Demikian sedikit latar belakang dan alasan saya sering bersikap dingin. Jangan ditiru mentah-mentah ya. Karena sepertinya mode murah senyum kepada siapapun lebih cocok buat kalian :p

Maaf jika ada pernyataan saya yang nampak narsistik. Karena bagi saya, menyadari kelebihan diri sendiri sangat penting agar bisa dieksploitasi sebaik-baiknya untuk kemanfaatan.

Sampai jumpa di parallel universe yang lainnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal mula nama Holister

7 Hal Memuakkan Tentang Angkot

Ayo Rekaman di Kamarmu dan Jadilah Artis Soundcloud!