[Waktu Gue Maba] Antara SNMPTN, Teknologi, dan Pertanian
Lulus
UN 100%. Itulah titel yang didapat SMA gue dua tahun lalu. Orang-orang terlihat
gembira dan tiada henti mengucap syukur. Lega rasanya, satu beban hidup
terbesar sudah terlewati. Tetapi, kegembiraan tersebut tidak bertahan lama.
Semua dipatahkan oleh satu kalimat: “Mau kemana kita setelah lulus?”.
Melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi merupakan pilihan mayoritas kami.
Yap, lulusan SMA memang dirancang untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, lain
halnya dengan lulusan SMK yang dilatih untuk siap kerja. Perguruan Tinggi
Negeri tentu menjadi target utama kami. Selain kualitasnya terjamin, biaya
administrasinya pun lebih murah daripada perguruan tinggi swasta.
Sialnya,
untuk masuk ke PTN tuh nggak semudah daftar akun Google. Kami harus melewati
ujian mengerikan yang bernama SNMPTN. Waktu jaman gue, SNMPTN dibagi menjadi
dua, yaitu SNMPTN Undangan dan Tulis. Alhamdulillah gue berkesempatan mengikuti
SNMPTN Undangan karena gue termasuk 50% siswa terbaik dikelas. Tanpa pikir
panjang, gue langsung memilih ITB sebagai pilihan utama. ITB merupakan PTN yang
sangat gue idam-idamkan. Sungguh indah bila gue bisa keterima di sana, apalagi
lewat jalur Undangan. Tanpa tes coi. Rasa optimis gue pun semakin tinggi
lantaran pihak ITB datang ke rumah gue untuk melakukan survei Bidik Misi.
Hari
demi hari terlewati, pengumuman SNMPTN Undangan pun tiba. Oh... rasa khawatir,
cemas, takut, panik, penasaran, semua bergabung menjadi satu. Begitu gue lihat
hasilnya... Oke gue nggak keterima... Kalian tahu rasanya? Yap sakit kawan.
Rasanya kayak jadi anak gagal yang membanggakan orang tuanya. Ditambah lagi
melihat selebrasi temen-temen seperjuangan gue yang berhasil lolos. Rendah diri
semakin menjadi-jadi.
Beberapa
hari kemudian gue mencoba bangkit dari keputusasaan. Gue mulai mempersiapkan
diri untuk bisa lulus di kesempatan kedua, yaitu SNMPTN Tulis. Hmm... Lulus
SNMPTN Tulis. Mungkin ini adalah hal yang diimpi-impikan banyak orang, termasuk
gue dan temen-temen gue yang ditolak mentah-mentah sama SNMPTN Undangan. Yap,
SNMPTN Tulis merupakan salah satu gerbang terbesar untuk masuk perguruan
tinggi. Semua berusaha dengan keras untuk dapat menaklukannya. Bahkan sebagian
dari temen-temen gue mengikuti bimbingan belajar intensif di lembaga-lembaga
bimbel ternama. Kalo gue sih ngga... (ngga punya duit, haha). Ya kalo menurut
pandangan gue sih, ikut bimbel-bimbel kaya gitu kurang efektif (alasan). Hmm...
Tapi gue sempet ngeri juga sih. Secara, yang ngikut bimbel-bimbel gitu kan,
pasti dikasih trik/rumus cepat/ guna dapat menyelesaikan soal-soal SNMPTN yang
luar biasa sulit. Sedangkan gua, cuma modal buku latihan SNMPTN seharga 50 ribu
yang bisa anda jumpai di toko buku terdekat. Secara logika, kemampuan gua pasti
dibawah mereka dong. Udah gitu gua ga hatamin itu buku lagi. Kebanyakan sih
paketnya.
Melihat
temen-temen gue banyak banget yang keterima di IPB, gue langsung membanting
stir dari Teknologi ke Pertanian.. Namun, gue tetep nyari jurusan yang masih
berbau Teknologi. Gue mencoba menurunknan ego gue dan berpikir realistis.
Setelah
ujian, gue tinggal menunggu hasilnya selama 29 hari. Inilah saat-saat paling
nggak tenang dan menyiksa batin.
Hmm...
tiba juga hari saat diumumkannya hasil jerih payah dan perjuangan gue. Dan gue
nggak berani liat pada saat itu. Gue udah pesimis duluan. Tetiba Om gue
gedor-gedor pintu kamar. Buset, gue masih menikmati tidur gue waktu itu. Kemudian,
ia minta kartu SNMPTN gue buat ngecek kelulusan gue di internet. Gue sempet
pura-pura masih tidur waktu itu, soalnya takut hasilnya mengecewakan. Mending
liatnya sendiri aja nanti. Eh tapi nggak enak juga sih sama si Om. Yaudah,
akhirnya gue kasihlah itu kartu. Pas gue kasih itu kartu, gue sempet ngomong,
"yaelah, paling nggak keterima". Setelah Om gue menginput nomor ujian
gue...
"Selamat,
anda diterima di (331235) TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM, INSTITUT PERTANIAN
BOGOR"
*speechless*
Oke,
masih nggak percaya gue bisa lulus SNMPTN, sementara temen-temen gue yang pada
ikut bimbel banyak yang nggak lulus. Lantas, apa kabarnya gue di IPB? Gue nggak
pernah ngebayangin kuliah di ranah pertanian. Angan-angan akan “teknologi”
sudah meracuni pikiran gue. Imej kurang keren pada pertanian juga terus hinggap
dipikiran gue.
Gue
mencoba untuk tetap semangat menjalaninya. Gue harus bersyukur masih bisa
keterima di perguruan tinggi negeri, walaupun PTN ini bukanlah yang gue
idam-idamkan.
Tahun
pertama, gue diwajibkan untuk tinggal di asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB)
selama satu tahun. Gila, males banget! Makin nggak semangat aja gue kuliah. Pasti
di asrama hidupnya udah kayak di penjara deh. Pasti tempatnya kotor dan nggak
terawat. Yap, entah mengapa rasa negative
thinking selalu menyelimuti gue.
Ternyata
apa yang gue pikirkan beda drastis dengan kenyataannya. Asrama TPB memberi gue
banyak hal. Gue jadi tau cara hidup madiri, bersosialisasi yang baik, mengatur
pola makan yang sehat, dan lain-lain. Gue juga mendapat teman sekamar yang
hebat-hebat dan religius. Akibat pengaruh mereka, gue jadi semakin mengenal
agama. Bisakah kesempatan seperti itu gue dapatkan di kampus lain, bahkan
kampus favorit sekalipun?
Awal
masuk IPB, gue harus melewati Masa Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru. Rasa cinta
gue pada pertanian mulai muncul di sini. Ternyata pertanian nggak seperti yang
gue bayangkan sebelumnya. Pertanian nggak cuma ngubek-ngubek lumpur di sawah
doang, tetapi jauh lebih dari itu. Pertanian mencakup berbagai sektor seperti
pangan, industri, obat-obatan, dan energi terbarukan. Gue jadi bangga nih masuk
sekolah pertanian.
Rasa
syukur gue masuk IPB juga semakin bertambah ketika gue mengenal anak-anak
jurusan gue, yaitu anak-anak Teknik Mesin dan Biosistem. Walaupun sedikit
ngerasa gersang lantaran TMB isinya kebanyakan cowok semua, tapi TMB terkenal
akan kekompakannya seantero IPB. Gue bareng TMB juga udah berhasil mengantarkan
Fakultas Teknologi Pertanian menjadi the
best supporter di ajang Olimpiade Mahasiswa IPB dua tahun berturut-turut.
Bareng anak-anak TMB juga gue bisa berhasil mencapai final salah satu cabang di
IPB Art Contest. Kuncinya adalah kekompakan dan kesolidan kami.
Akhirnya,
gue bisa menikmati hidup di kampus pertanian ini. Nikmat yang sama mungkin
tidak bisa dirasakan seandainya gue masuk kampus lain, bahkan di kampus
“teknologi” sekalipun.
kak, yang dipelajarin di tmb kebanyakan apa? kalo ngga pinter-pinter amat di fisika bisa nggak masuk tmb? mohon dibalas, thanks..
BalasHapusTMB tuh intinya Fisika dan Matematika. Tapi asal rajin mah bisa kok. Saya aja Fisikanya agak-agak amsyong haha
Hapus